Senin, 07 Maret 2011

Tikus & Manusia

Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri. Tikus berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat (sepanjang yang kami temukan), namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah tikus kebun. Tubuhnya cukup besar dan bulunya hitam legam.
Pertama kali kami menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak kami ingini itu, ketika saya tengah menonton film-video The End of the Affair yang dibintangi Ralph Fiennes dan Julianne Moore, seorang diri, sementara istri telah mendengkur kecapaian di kamar. Waktu tiba pada adegan panas pasangan selingkuh Fiennes dan Julianne, tengah bugil di ranjang, yang membuat saya menahan napas dan pupil mata melebar, tiba-tiba kaki saya diterjang benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya lihat tikus hitam besar itu berlari kencang bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik ke kepala akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas.
Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik memegangnya dan menuju ke arah balik rak buku. Tangan saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun, tak saya lihat wujud benda apa pun di sana. Mungkin begejil item telah masuk rak bagian bawah di mana terdapat lubang untuk memasukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk memeriksanya, saya harus mematikan televisi dulu yang ternyata masih menayangkan adegan panas pasangan intelektual Inggris itu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba. Imigran gelap rumah itu saya biarkan selamat dahulu.
Saya tidak pernah menceritakan keberadaan tikus itu kepada istri saya yang pembenci tikus, sampai pada suatu hari istri saya yang justru memberitahukan kepada saya adanya tikus tersebut. Berita itu begitu pentingnya melebihi kegawatan masuknya teroris di kampung kami.
”Pak, rumah kita kemasukan tikus lagi! Besar sekali! Item!”
”Di mana mamah lihat?”
”Di dapur, lari dari rak piring menuju belakang kulkas!” Istri saya cemas luar biasa, menahan napas, sambil mengacung-acungkan pisau dapur ke arah kulkas di dapur.
”Sudah satu tahun enggak ada tikus. Rumah sudah bersih. Mengapa tikus masuk rumah kita? Tetangga jauh. Dari mana tikus itu?”
”Itu tikus kebun, Mah,” jawab saya santai sambil mengembalikan buku Nietsche ke rak buku.
”Jangan santai-santai saja Pah, cepat lihat kolong kulkas!”
Wah, situasi semakin gawat. Saya memenuhi perintah istri saya dengan menyalakan senter ke bagian kolong kulkas. Tidak ada apa pun. Tikus keparat! Ke mana dia menghilang?
Sejak itu istri saya amat ketat menjaga kebersihan. Semua piring di rak dibungkus kain, juga tempat sendok. Tudung saji diberati dengan ulekan agar tikus tidak bisa menerobos masuk untuk menggasak makanan sisa. Gelas bekas saya minum nescafe-cream malam hari harus ditutup rapat. Tempat sampah ditutupi pengki penadah sampah sambil diberati batu. Strategi kami adalah semua tempat makanan ditutup rapat-rapat sehingga tikus tak akan bisa menerobos.
Istri saya memesan dibelikan lem tikus paling andal, yakni merek Fox. Selembar kertas minyak tebal dilumuri lem tikus oleh istri saya dan di tengah-tengah lumeran lem itu ditaruh ampela ayam bagian makan malam saya. Jebakan lem tikus ditaruh di kaki kulkas. Pada malam itu, ketika istri saya tengah asyik menonton sinetron ”Cinta Kamila”, yang setiap malam setengah sembilan selalu menangis itu, istri saya tiba-tiba berteriak memanggil saya yang sedang mengulangi membaca Filsafat Nietsche di kamar kerja, bahwa si tikus terperangkap. Saya segera menutup buku dan lari ke dapur menyusul istri. Benar, seekor tikus hitam sedang meronta-ronta melepaskan diri dari kertas yang berlem itu.
”Mana pukul besi?!” saya panik mencari pukul besi yang entah disimpan di mana di dapur itu.
”Jangan dipukul Pah!”
”Lalu bagaimana?” Saya menjawab mendongkol.
”Selimuti dengan kertas koran. Bungkus rapat-rapat. Digulung supaya seluruh lem lengket ke badannya.”
”Lalu diapakan?” Saya semakin dongkol.
”Buang di tempat sampah!”
”Aah, mana pukul besi?” Kedongkolan memuncak.
”Nanti darahnya ke mana-mana! Bungkus saja rapat-rapat!”
Saya mengalah. Ketika tikus itu akan saya tutupi kertas koran, matanya kuyu penuh ketakutan memandang saya. Ah persetan! Saya menekan rasa belas kasihan saya. Tikus saya bungkus rapat-rapat, lalu saya buang di tong sampah di depan rumah, sambil tak lupa memenuhi perintah istri saya agar penutupnya diberati batu.
Siang harinya sepulang dari mengajar, istri saya terbata-bata memberi tahu saya bahwa tikus itu lepas ketika Mang Maman tukang sampah mau menuangkan sampah ke gerobaknya. Cerita Mang Maman, ada tikus meloncat dari gerobak sampahnya dan lari ke kebun sebelah dengan terbungkus kertas coklat. Cerita lepasnya tikus ini beberapa hari kemudian diperkuat oleh Bi Nyai, pembantu kami, bahwa dia melihat tikus hitam yang belang-belang kulitnya.
Geram juga saya, dan diam-diam saya membeli dua jebakan tikus. Ketika mau saya pasang malam harinya, istri saya keberatan.
”Darahnya ke mana-mana,” katanya.
”Ah, gampang, urusan saya. Kalau kena lantai, saya akan pel pakai karbol,” jawabku.
Istri saya mengalah, dan rupanya merasa punya andil bersalah juga. Coba kalau tikus itu dulu kupukul kepalanya, tentu beres.
Pada waktu subuh istri membangunkan saya.
”Tikusnya kena Pah!”
Memang benar, seekor tikus hitam terjepit jebakan persis pada lehernya. Darah tak banyak keluar. Ketika saya amati dari dekat, ternyata bukan tikus yang kulitnya sudah belang-gundul.
”Ini bukan tikus yang lepas itu Mah!”
”Masa?” Ia mendekat mengamati.
”Kalau begitu ada tikus lain.”
”Mungkin ini istrinya,” celetekku.
Ketika mau saya lepas dari jebakan, istri saya melarangnya.
”Buang saja ke tempat sampah dengan jebakannya.”
Rasa tidak aman masih menggantung di rumah kami. Tikus belang itu masih hidup. Dendam kami belum terbalas. Berhari-hari kemudian kami memasang lagi lem tikus dengan berganti-ganti umpan, seperti sate ayam, sate kambing, ikan jambal kegemaran saya, sosis, namun tak pernah berhasil menangkap si belang. Bibi mengusulkan agar dikasih umpan ayam bakar. Saya membeli sepotong ayam bakar di restoran padang yang paling ramai dikunjungi orang. Sepotong kecil paha ayan itu dipasang istri saya di tengah lumeran lem Fox, sisanya saya pakai lauk makan malam.
Gagasan Bi Nyai ternyata ampuh. Seekor tikus menggeliat-geliat melepaskan diri dari karton tebal yang dilumuri lem. Tikus itu benar-benar musuh istri saya, di beberapa bagian badannya sudah tidak berbulu. Kasihan juga melihat sorot matanya yang memelas seolah minta ampun.
”Mah, cepat ambil pukul besinya.”
Istri saya mengambil pukul besi di dapur dan diberikan kepada saya. Ketika mau saya hantam kepalanya, istri saya melarang sambil berteriak.
”Tunggu dulu! Pukul besinya dibungkus koran dulu. Kepala tikus juga dibungkus koran. Darahnya bisa enggak ke mana-mana!”
Begitu jengkelnya saya kepada istri yang tidak pernah belajar bahwa tikus yang meronta-ronta itu bisa lepas lagi.
”Cepat sana cari koran!” bentakku jengkel.
”Kenapa sih marah-marah saja?” sahut istri saya dongkol juga. Saya diam saja, tetapi cukup tegang mengawasi tikus yang meronta-ronta semakin hebat itu. Kalau dulu berpengalaman lepas, tentu dia bisa lepas juga sekarang.
Akhirnya tikus hitam itu saya hantam tiga kali pada kepalanya. Bangkainya dibuang bibi di tempat sampah.
Beberapa hari setelah itu istri saya mulai kendur ketegangannya. Kalau saya lupa menutup kopi nescafe, biasanya dia marah-marah kalau bekas kopi susu itu dijilati tikus, tetapi sekarang tidak mendengar lagi sewotnya. Begitulah kedamaian rumah kami mulai nampak, sampai pada suatu pagi istri saya mendengar sayup-sayup cicit-cicit bayi tikus! Inilah gejala perang baratayuda akan dimulai lagi di rumah kami.
”Harus kita temukan sarangnya! Bayi-bayi tikus itu kelaparan ditinggal kedua orangtuanya. Kalau mati bagaimana? Kalau mereka hidup, rumah kita menjadi rumah tikus!” kata istri.
Lalu kami melakukan pencarian besar-besaran. Bagian-bagian tersembunyi di rumah kami obrak-abrik, namun bayi-bayi tikus tidak ketemu. Bayi-bayi itu juga tidak kedengaran tangisnya lagi. ”Mungkin ada di para-para. Tapi bagaimana naiknya?” kata saya.
”Nunggu Mang Maman kalau ambil sampah siang,” kata istri.
Ketika Mang Maman mau mengambil sampah di depan rumah, bibi minta kepadanya untuk naik ke para-para mencari bayi-bayi tikus.
”Di sebelah mana Bu?” tanya Mang Maman.
”Tadi hanya terdengar di dapur saja. Mungkin di atas dapur ini atau dekat-dekat sekitar situ,” sahut istri saya.
Sekitar setengah jam kemudian Mang Mamang berteriak dari para-para bahwa bayi-bayi tikus itu ditemukan. Mang Maman membawa bayi-bayi itu di kedua genggaman tangannya sambil menuruni tangga.
”Ini Bu ada lima. Satu bayi telah mati, yang lain sudah lemas. Lihat, napas mereka sudah tersengal-sengal.”
Istri saya bergidik menyaksikan bayi-bayi tikus merah itu.
”Bunuh dan buang ke tempat sampah Mang” kata istri saya.
”Ah, jangan Bu, mau saya bawa pulang.”
”Mau memelihara tikus?” tanya istri saya heran.
”Ah ya tidak Bu. Bayi-bayi tikus ini dapat dijadikan obat kuat,” jawab Mang Maman sambil meringis.
”Obat kuat? Bagaimana memakannya?”
”Ya ditelan begitu saja. Bisa juga dicelupkan ke kecap lebih dulu.”
Setelah memberi upah sepuluh ribu rupiah, istri saya masih terbengong-bengong menyaksikan Mang Maman memasukkan keempat bayi tikus itu ke kedua kantong celananya, sedangkan yang seekor dijinjing dengan jari dan dilemparkan ke gerobak sampahnya.
Tikus-tikus tak terpisahkan dari hidup manusia. Tikus selalu mengikuti manusia dan memakan makanan manusia juga. Meskipun bagi sementara orang, terutama perempuan, tikus-tikus amat menjijikkan, mereka sulit dimusnahkan. Perang melawan tikus ini tidak akan pernah berakhir.
Saya masih menunggu, pada suatu hari istri saya akan terdengar teriakannya lagi oleh penampakan tikus-tikus

yang baru.

Kompas.com

Minggu, 06 Maret 2011

Chips intel sandy bridge bermasalah, kenapa?

Salah satu cip dari chipset prosesor 'Core Series' buatan Intel ditemukan dalam kondisi cacat Rabu (2/2/2011). Diperkirakan sekitar 8 juta chip dalam kondisi cacat. Samsung minta diskon. NEC menahan penjualan. Intel memperkirakan kerugian akan mencapai 1 miliar dollar AS. Apa sesungguhnya yang terjadi dengan prosesor Intel ini?
Cip yang diberi nama 'Cougar Point' adalah salah satu cip pendukung chipset 'Sandy Bridge' (untuk prosesor generasi kedua Intel Core), yang dirilis ke pasar sejak 9 Januari 2011. Diperkirakan sekitar 500.000 unit sistem yang telah terakit ditemukan mengalami cacat desain. Intel segera menahan pengiriman berikutnya dan menyiapkan proses penarikan barang yang telah beredar untuk diganti.
Chuck Mulloy, Direktur Komunikasi Intel Corp, seperti dilansir Wired menyatakan bahwa cip tersebut sesungguhnya telah melalui proses pemeriksaan kualitas. Akan tetapi, setelah Intel menerima barang kembali dari konsumen sekitar sepuluh hari yang lalu, Intel mulai melakukan uji ulang dengan tekanan yang lebih intensif—disimulasikan bahwa dalam penggunaan normal processor seharusnya bisa dipakai untuk kurun waktu lebih dari tiga tahun.

Secara spesifik, Mulloy mengatakan bahwa akar kesalahan berasal dari desain pada port serial-ATA (SATA)-nya chipset Sandy Bridge. "Pada hari pertama atau kedua menggunakan komputer atau laptop yang menggunakan cip tersebut, Anda tidak akan menemukan masalah," kata Mulloy.
"Tetapi, setelah 3 tahun berlalu, kita akan menemukan degradasi dalam sirkui port 2 dan 5. Kita akan menemukan tingkat kegagalan sekitar 5 hingga 20 persen dari chipset resebut untuk kurun waktu dua atau tiga tahun, dan menurut kami, itu tidak bisa diterima," Mulloy menambahkan.
"Hal ini baru ketahuan setelah dilakukan pengujian berulang-ulang, dan begitu ketahuan langsung diputuskan untuk mengganti chip tersebut," jelas Mulloy.

Intel sebagai salah satu pabrik prosesor terbesar di dunia ini sekarang sedang sibuk memperbaiki 'cougar point', yaitu dengan menambahkan pelapis pada setiap bagian metal yang berada di luar cip tersebut.
Meskipun tergolong perbaikan yang mudah, tetap saja membutuhkan waktu satu bulan untuk memperbaiki chip-chip yang sesungguhnya telah selesai diproduksi. Intel memperkirakan, proses perbaikan chip baru akan selesai akhir Februari 2011, dan baru akan produksi dengan kapasitas penuh pada bulan April 2011.
Ini bukan untuk pertamakalinya chip buatan intel ditemukan dalam kondisi cacat. Tentu kita masih ingat tahun Intel mengalami kerugian hingga 475 juta dollar AS ketika ditemukan bug pada Pentium FD IV di tahun 1994. Angka yang terbilang besar mengingat rasio kemungkinan cacat produk tersebut saat itu bisa dikatakan sangat kecil—1 berbanding 9 miliar chip. Akan tetapi akibat lambatnya respon dari Intel, saat itu berita buruk mengenai produk Intel menjadi bulan-bulanan media dan publik.

Dengan respon yang lebih cepatpun saat ini, tetap saja Intel harus membayar mahal atas penarikan cip Cougar Point. Mereka memperkirakan kerugian akan mencapai 1 miliar dollar AS untuk kuartal pertama (setelah memperhitungkan kehilangan revenue, biaya perbaikan cip, dan biaya penggantian).
Berita ini dengan cepat menjalar hingga ke pabrik-pabrik pembuat perangkat keras. Samsung telah meminta diskon kepada pihak Intel untuk chipset Sandy Bridge yang mereka terima menurut Bloomberg. NEC mungkin akan menahan rencana mereka untuk merilis empat produk PC baru mereka yang kebetulan menggunakan chipset yang sama.

Acer dan Lenovo juga sempat mempromosikan hardware untuk dirilis di 2011 ini, konon rencananya akan menggunakan chipset yang sama—Sandy Bridge. Tetapi produk line baru Sandy Bridge yang akan mendukung PC tablet Acer terbaru tidak mengalami cacat, seperti yang disampaikan oleh juru bicara Acer, Kelly Odle.

Generasi terbaru laptop 'IdeaPad' dan desktop 'IdeaCentre' keluaran Lenovo, kemungkinan besar menggunakan chipset Sandy Bridge yang mengalami cacat desain tersebut, seperti disampaikan oleh Ray Gorman (juru bicara Lenovo) kepada Wired.(Kompasiana/Gusti Bob)
Sumber : Kompasiana

FaceTime Aplikasi Andalan IPAD2

Setelah sukses diadopsi pada iPhone 4, iPod Touch, dan komputer berbasis Mac, FaceTime mulai dikenalkan di iPad 2. Tak heran jika Apple berantusias mengenalkan aplikasi ini. FaceTime bukanlah sebuah fitur sangat baru didunia telekomunikasi seluler. Sejak pertama kali jaringan 3G dikenalkan pada halayak luas, video call menjadi fitur paling diandalkan. Namun faktanya tidak terlalu banyak digunakan oleh pengguna, seperti di Indonesia. Apalagi kualitas jaringan yang belum memadai seringkali jadi kendala dalam hal signal dan kualitas gambar yang dikirimkan.
Namun, video call versi Apple punya cara dan kelebihan sendiri. FaceTime yang pertama kali dikenalkan di iPhone 4 memanfaatkan internet sebagai media. Jadi tidak langsung menggunakan jaringan seluler seperti halnya video call 3G yang kita kenal. Lewat VoIP (Voice over Internet Protocol) inilah FaceTime bekerja. Ia mengusung sedikitnya empat teknologi. Antara lain coding decoding yang menggunakan format H-264 dan ACC. Kemudian protocol untuk proses sinyalnya memakai SIP (Session Initiation Protocol) dan IETF (Internet Engineering Task Force). Sementara untuk traversing firewall dan NAT-nya memakai STUN, TURN, dan ICE. Selanjutnya untuk proses real-time-nya dan enkripsi streaming media melalui VoIP memanfaatkan RTP dan SRTP.

Dalam format iPad, FaceTime menjadi lebih menarik, karena ukuran gambar gerak lawan bicara bisa disetting sesuai denag ukuran layar seluas 9,7 inci. Walaupun sebenarnya jika memakai Mac bahkan jauh lebih besar lagi. Ini lah yang tidak dimiliki oleh fasilitas chat video yang umumnya hanya beresolusi kecil dan tampak mungil di layar komputer.

FaceTime yang dibeli Apple dari perusahaan bernama FaceTime Communication ini sangat mudah digunakan. Pengguna hanya perlu memiliki ID Apple untuk mengoperasikannya. Daftar kontak tersedia agar Anda mudah mencari lawan bicara. Selanjutnya seperti melakukan panggilan voice biasa.

Bagi Apple, FaceTime merupakan sebuah fitur multiperangkat. Oleh karena itu, pemakaian FaceTime bisa saling-silang komunikasi, tidak selalu antara iPad dan iPad. Namun bisa crossing ke Mac, iPhone, maupun iPod Touch generasi terbaru.

Karena berbasis internet, sesungguhnya konektivitas ke server bisa menggunakan opsi Wi-Fi maupun jaringan seluler. Namun, sejak awal Steve Jobs sudah wanti-wanti bahwa FaceTime hanya bekerja pada jaringan Wi-Fi. termasuk pada iPad 2.
Apa boleh buat, FaceTime barangkali akan menjadi pesaing Skype yang lebih dulu ada.

SUMBER : www.kompas.com dan FORSEL

The way you look at me.

INTRO
No one ever saw me like you do
All the things that I could up to
I never knew just what a smile was worth
But your eyes say everything without a single word

CHORUS
'Cause there's somethin' in the way you look at me
It's as if my heart knows you're the missing piece
You made me believe that there's nothing in this world I can't be
I never know what you see
But there's somethin' in the way you look at me

If i could freeze some moment in my mind
Be the second that you touch your lips to mine
I'd like to stop the clock, make time stand still
'Cause baby, this is just the way I always wanna feel

(Repeat CHORUS)

BRIDGE
I dont know how or why I feel different in your eyes
All I know is it happens everytime

(Repeat CHORUS)

CODA
The way you look at me